Sabtu, 04 Juni 2016

DIARY SANDRA


Seandainya kalian semua tahu, menjadi diri ku sungguh sangat menyenangkan. Gadis berambut coklat itu selalu mengadu, berkeluh kesah, bahkan menetes kan air mata dihadapanku tanpa ragu. Ia menjadikan aku seperti sahabat, walau aku hanya dapat melihat ia menggoreskan pena bertinta hitam ditiap lembar diriku, tanpa harus menasehatinya, dan memarahinya karena kebodohan yang sering ia perbuat. Bagiku, gadis ini tulus berteman dengan ku. Tak pernah sehari pun ia tak menyapaku. Dengan rutin ia menemaniku tiap malam sunyi.
Saat itu, ia menemukan ku ditoko penjual buku. Wajahnya berseri saat melihatku,
“Aku suka buku ini, sampulnya menarik ..”
Katanya pada gadis lain berambut hitam kelam. Aku merasa senang, lama berdiam diri tak berguna dibarisan rak penuh yang berisi ratusan buku-buku sepertiku. Dengan nyaman aku mulai menghuni ransel birunya. Ia akan membawa ku kerumah. Bahagianya.
“Sandra, aku pulang dulu yah, dah ..”
Kudengar ucapan selamat tinggal dari si gadis berambut kelam. Oh, aku tahu. Jadi, gadis berambut coklat itu bernama Sandra. Yah, nama yang cantik, dan rambut yang indah. Hahaha. Aku menyukai rambut Sandra, ia terlihat memukau karena rambut itu. Jika aku manusia, dan seorang pria. Aku pasti jatuh hati padanya pada pandangan pertama.
Malam harinya, Sandra mengeluarkan aku dari ransel nya yang lumayan pengap. Aku pikir ia lupa padaku, ternyata tidak. Syukurlah.
Aku digeletakkan begitu saja pada meja belajar Sandra, kulihat ia menanggalkan bajunya dan segera memasuki kamar mandi dikamarnya. Sekitar 45 menit ia mandi didalamnya, aku mulai bosan menunggu, kapan ia akan menggunakan ku. Setelah ia mandi sama sekali ia tak menghiraukan keberadaan ku. Ia malah sibuk tertawa riang ditelfon dengan seseorang, aku mengerti. Mungkin itu pacarnya. Aku kecewa, jadi hanya untuk ini kah aku dibeli. Malam semakin larut, tapi Sandra tetap mengacuhkan ku. Aku mulai putus asa, sepertinya aku takkan digunakannya.
Ternyata dugaanku salah, tepat pukul 12 malam Sandra membuka sampulku dan mencari pena kesukaannya. Aku tak menyangka jika gadis ini sangat kuat begadang. Pantas saja ada lingkaran hitam dimatanya.
Dengan perlahan dia mulai menuliskan huruf demi huruf yang berubah menjadi kata dan menjadi kalimat sempurna.
‘Dear, Diary..
Tau gak? Malem ini aku seneng banget, bisa denger suara si David. Aku kangen banget sama dia soalnya, tapi gara-gara tuh nenek lampir, aku jadi gak bisa ketemu dia. Huh, nyebelin kan?! Aku udah hampir seminggu loh gak ketemu sama dia. Aku pengen meluk dia, semoga aja besok aku bisa ketemu deh sama dia, doain yah Dear kiss emotikonhttps://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v5/zf4/1/16/1f617.png
Senyumnya terukir jelas dibibir manisnya. Pasti ia benar-benar merasa senang. Aku pun juga ikut merasa senang dengan apa yang ia tuangkan dilembar kertas ku. Untuk hari ini, ia menutup aktifitasnya dengan berbagi cerita padaku.
Sandra selalu bercerita padaku tentang pacarnya yang bernama David. Ia mengungkapkan isi hatinya yang seluruhnya hanya ada nama David seorang. Hmm, sepertinya ia sedang jatuh cinta. Tapi, kadangkala aku merasa heran. Sandra terus-terusan membawa sebutan ‘nenek lampir’ ditiap ceritanya. Sebenarnya, siapa nenek lampir itu? Aku tetap diam dan dengan setia menanti ceritanya.
Namun, beberapa hari ini Sandra tak mau berbagi lagi dengan ku. Sepulang sekolah ia mengurung diri dikamar, dan berbaring diatas ranjang tanpa melakukan aktifitas apa-apa lagi. Mengapa ia berubah seperti itu? Ada apa sebenarnya? Aku terus bertanya didalam hati. Sandra terlihat lebih pendiam dari biasanya. Lingkaran hitam dimatanya pun semakin terlihat. Aku khawatir.
Dihari kelima setelah lama ia berdiam diri dan menjauh dariku, akhirnya pukul 3 malam ia kembali mengisi lembarku. Aku baru sadar, ternyata Sandra telah menangis berhari-hari dan hanya mau keluar kamar jika ia ingin berangkat sekolah, mengapa? Putus cinta kah ia. Matanya sembab menggembung. Rambut coklatnya tak serapi kemarin terakhir kali ia membuka ku. Sambil menahan tangis, ia goreskan tinta yang sama tiap kali ia mencoretku. Aku terhengah mendengar ceritanya.
Aku tahu kenapa ia akhir-akhir ini bersedih dan terlihat lesu. Ternyata ibunya terang-terangan melarangnya berhubungan dengan David, dan mengancam akan menyingkirkan David dengan cara apapun jika ia masih tak mau memutuskan David. Tapi ia tak mau menceritakan padaku sebab apa ibunya membenci David, dari sudut pandangku. David adalah orang yang setia, penyayang, dan dapat membuat Sandra tersenyum setiap saat. Dan, sebutan nenek lampir teruntuk ibu Sandra yang sering marah-marah karena Sandra tak mau melepas David.
Cinta tak direstui sepertinya.
Sejak saat itu Sandra tak henti-hentinya mengeluh dengan ku atas perlakuan ibunya terhadap David dan keluarganya. Lembar ku penuh dengan bekas air mata yang menetes. Aku tak bisa menghibur Sandra. Aku tau, pasti ia merasa teramat sedih dan tertekan. Dan aku hanya bisa diam.
Sedikit demi sedikit mulai terungkap, sebab ibu Sandra membenci David, ia mengira David ingin membawa lari putrinya. Padahal kenyataannya Sandra sendiri lah yang ingin melarikan diri tanpa adanya hasutan dari David. Ia terlalu lelah mendengar ocehan ibunya yang terus menyalahkannya. Sandra merasa, ibunya terbebani atas dirinya dan kasih sayang orangtuanya selalu tertuju pada Miley kakak Sandra yang sudah mampu mencari uang sendiri dan membantu ekonomi keluarga. Sedangkan Sandra tetap bersikap cuek serta tak perduli dengan kondisi keluarganya, menerutku itu wajar karena ia masih duduk dibangku sekolah. Cukup rumit konflik yang dialami Sandra. Tapi aku dapat menarik kesimpulan dari semua ini. Sandra hanya terlalu malas untuk mengeluarkan unek-unek pada ibunya. Dan ibunya telah terlanjur mengecap ‘salah’ pada Sandra, sehingga sulit bagi Sandra untuk menjelaskan semuanya, terlebih Sandra adalah orang yang cuek, dan tak pernah mau ambil pusing.
Dapatku maklumi, setiap rumah tangga atau pun keluarga pasti sering terjadi cekcok serta perselisihan. antara suami-istri, maupun ibu dan anak.
Ada yang aneh, sore ini aku melihat Sandra membawa sebilah silet kedalam kamarnya, dan meletakkannya diatas ku. Aku bergidik ngeri, kenapa benda tajam itu diletakkan diatas ku, bagaimana kalau silet itu merobek lembarku tanpa disengaja, itu akan menyakitiku.
Saat malam hari, Sandra menjelaskan mengapa ia membawa silet kedalam kamarnya. Ia menulis kan bahwa itu untuk menyayat nadi nya jika seandainya orang tuanya mencegahnya malam ini untuk bertemu David lagi, dia terlalu Rindu akan kekasihnya tersebut. Hanya David yang dapat mengembalikan senyum diwajahnya. Aku takut Sandra benar senekad itu. Tapi ia terlihat tak main-main dengan tulisannya. Setelah mengakhiri ceritanya, Sandra terlihat bergegas menggendong ransel nya dan pergi meninggalkan kamar. Aku hanya dapat menebak-nebak, apa ia takkan dilarang ibunya lagi. Tamat lah riwayatnya jika itu benar terjadi.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara amukan dari ibu Sandra yang melarangnya menginjakkan kaki keluar dari rumah. Tak ketinggalan Miley yang ikut-ikutan melarang Sandra, dan sepertinya Sandra tetap bersikukuh untuk menemui David. Pertengkaran mereka kemungkinan terdengar sampai ke tetangga sebelah. Aku berdoa, semoga ibu Sandra luluh dan tak mencegahnya lagi untuk bertemu dengan David.
Nasib berkata lain, Sandra tetap tak boleh pergi. Dan dengan air mata yang bercucuran ia kembali kedalam kamar serta merta membanting pintu kamar dan segera menguncinya. Sandra tersandar dipintu kamar. Tak bisa dipungkiri, hatinya pasti sangat sakit menerima kenyataan pahit ini.
Dengan langkah berat Sandra mulai mendekatiku, aku takut ia mengambil silet diatasku. Andai bisa, akan kusembunyikan silet itu agar tak bisa melukainya. Tapi apa daya, Sandra tetap nekad menyayat tangannya dengan sebilah silet tersebut. Darah mulai mengucur deras dan menetes dipermukaan lembarku. Jarinya yang telah ia lumuri darah ia gunakan sebagai tinta, dan menulis kalimat yang membuatku tak bergeming.
‘AKU HANCUR’
Setelah itu, Sandra terlihat mulai melemas dan akhirnya terbaring membisu diatasku.
Pagi yang cerah dikejut kan oleh teriakan frustasi dari ibu Sandra, ia menyuruh Miley menggendong Sandra dan cepat membawanya kedalam mobil. Wajah Miley terlihat pucat pasi, sebanding dengan wajah Sandra yang telah kehilangan banyak darah. Aku pun sama merasa khawatir dengan keadaan Sandra. Aku takut ia tak bisa diselamatkan, dan berhenti bercerita padaku.
Hari berjalan minggu bersambung bulan dan akhirnya berganti tahun. Aku tetap terdiam dikamar kosong milik Sandra. Sejak kejadian 1 tahun lalu, Sandra tak pernah kembali kedalam kamar ini. Setiap malam aku menunggunya pulang dan bercerita lagi dengan ku, tapi Sandra tak pernah muncul. Ia hilang begitu saja. Entah bagaimana nasibnya sekarang, aku tak pernah mendengar kabarnya lagi, dan rumah ini terasa sangat sepi tanpanya, hanya terdengar sesekali ocehan ibu Sandra yang memarahi Miley Karena lupa membersihkan kamar Sandra.
4 tahun sudah berlalu, tetap Sandra tak terlihat. Kamarnya pun dikosongkan dan tak ada yang menghuni. Lembarku pun semakin usang dan Nampak menguning, seandainya Sandra kembali, ia mungkin akan langsung membuangku karena kondisiku yang rapuh dan tak layak digunakan lagi. Terkadang deritan pintu kamar membuat ku riang, ku pikir Sandra telah kembali. Tapi tidak, itu hanya karena ibu Sandra ingin membersihkan kamar putrinya yang berdebu tak terurus.
Tepat ditahun ke-5 kepergian Sandra. Disore hari tiba-tiba rumah ini terdengar sangat ribut oleh suara riuh kumpulan anak-anak kecil yang sepertinya berjumlah puluhan. Aku terusik dengan kebisingan tersebut. Apa ibu Sandra merasa frustasi atas kepergian Sandra dan akhirnya menculik anak-anak kecil itu untuk dijadikannya peramai rumah ini. Unik sekali.
Saat senja, keributan mulai mereda dan akhirnya berganti malam yang sunyi. Pintu kamar mulai berderit kembali, pertanda dibuka oleh seseorang, paling-paling ibu Sandra yang ingin membersihkan debu yang menumpuk dilantai. Dan ternyata bukan, aku melihat orang asing memasukki kamar ini, seorang wanita dengan menggendong anak. Ia membelakangiku, sehingga aku tak mengenalnya. Tapi, sepertinya bukan Miley maupun ibunya. Lalu siapa wanita itu? Berani-beraninya menempati kamar Sandra.
“Astaga, kamar ini penuh debu .. Aurel pasti akan sesak nafas ..”
Wanita itu kembali membawa anak yang digendongnya keluar dan kembali lagi kedalam kamar dengan alat pembersih. Dengan sangat lihai ia menyedot debu, mengepel, dan merapikan perabotan yang ada dikamar ini. Sepertinya ia ibu yang baik. Kamar terlihat bersih kembali, bahkan lebih terlihat hidup dari biasanya. Tanpa ragu lagi wanita itu kembali membawa masuk anaknya yang tertidur pulas dan merebahkanya diatas kasur. Perlahan ia berjalan menuju meja belajar tempatku bertahun-tahun tergeletak. Aku seperti melihat Sandra dalam diri wanita ini, rambutnya coklat persis rambut milik Sandra. Aku bisa jelas melihat wajahnya. Ternyata benar. Itu adalah Sandra. Aku sangat mengenali wajahnya, lesung pipi disebelah kirinya pun membuatku yakin bahwa itu benar dia. Tak ada yang berubah darinya, hanya bentuk tubuhnya yang sedikit melebar, tak selangsing dulu. Tapi ia tetap terlihat menawan, ia tetap Sandra yang dulu. Tak salah lagi.
“Diary ini .. selalu nemenin aku waktu masih pacaran sama David. Sekarang aku udah menikah dengan David dan memiliki Aurel yang manis ..”
Sekilas ia melirik anak kecil yang tertidur pulas diranjangnya. Ssstt, itu Aurel namanya.
“Aku udah hidup bahagia, dan gak bisa lagi nulis di diary ini, karena aku bukan anak gadis cengeng lagi, aku udah punya tempat curhat yang lebih asik dan dapat menjawab setiap keluhanku. Tapi aku sangat menyayangi diary ini.. terima kasih dulu selalu menemaniku bercerita .. dan kenalkan, dia anakku, Aurel namanya, ia baru saja merayakan 4 tahun kelahirannya, hihihi.. aku sekarang menjadi ibu”
Sandra meneteskan air matanya dan memelukku dengan hangat. Dibukanya kembali lembarku yang telah lama tak tersentuh jemarinya. Pena biru yang masih terlihat baru melekat di lembarku dan Sandra menulis tanpa menjelaskan sesuatu yang terjadi pada dirinya 5 tahun yang lalu. Aku bersyukur dia kembali. Dan biarlah semua itu menjadi rahasia Sandra. Ia menuliskan kalimat terakhir untuk lembarku..
“Terima kasih..”
                                                                             TAMAT
 AUTHOR : ANA HELMINA

Gemuruh Senja

 CHAPTER I
Tiap-tiap paginya tak pernah sepi dengan alunan ayat-ayat suci al-Qur’an dari dalam mulutnya tanpa lelah ia lagu kan, merdu suaranya, panjang nafas nya menghiruf udara dan melepaskan nya sebagai syair-syair yang menggetarkan jiwa bagi yang mendengarnya. Matahari bersinar terang membuatnya menghentikan rutinitas mengajinya. Diakhirinya dengan membaca “Sadaqallah hul’azim”. Ditutupnya Al-Qur’an dan menaruhnya diatas meja belajar. Handuk biru melilit dileher nya, ia masuk kedalam kamar mandi. Dengan begitu, hari ini akan ia mulai dan jalani sebaik mungkin. Afanin Huriyah Huwaida. Nama yang benar-benar pantas disandang gadis yang baru saja masuk kamar mandi itu. Wajahnya benar cantik seperti bidadari dari syurga Janatun naim . tutur bahasanya lembut bagaikan daun yang jatuh tertiup angin. Sopan, bersahaja. Tak kalah sempurna dengan gadis didalam kamar mandi, Almasah Basimah. Gadis yang sedang duduk manis dikursi ruang makan. Kerudung putihnya menambah cantik wajah Alma. Umy dan Abi nya duduk mendampingi. Makanan tertata rapi diatas meja bertaplak hijau muda itu. Tak banyak makanan yang tersedia tapi cukup membuat orang menelan ludah melihat menu makanan yang menggiurkan tersebut. “Alma, kakak mu belum selesai bersiap?” “mungkin sebentar lagi umi …” Seorang gadis mengenakan kerudung putih yang sama dengan Alma berjalan menuju ruang makan. Dia Afanin. Kelas sudah mulai ramai ditambah lagi pengumuman akan ada nya murid baru pindahan dari sekolah ternama yang terletak di Bandung. Para gadis-gadis sibuk membicarakan siapa murid pindahan itu? Pria ataukah seorang gadis seperti mereka? Entah lah. Yang jelas, keributan dikelas sama sekali tak mengganggu konsentrasi Alma dan Afanin untuk menghapal rumus-rumus fisika yang akan diajarkan hari ini oleh guru fisika mereka. Tak salahkan mencari tahu sesuatu sebelum diberitahu orang lain? Begitu kata Afanin dan Alma jika ada orang yang bertanya perihal kerajinan mereka menghapal rumus-rumus fisika yang bahkan belum diajarkan atau pun dijelaskan oleh guru mereka. Pelajaran ke-1 dan 2 sudah berlalu dan berjalan dengan lancar, mungkin hanya untuk pasangan kakak-beradik Afanin dan Alma saja. Tidak untuk yang lain nya. Mereka lebih memikirkan murid baru yang sampai sekarang tak muncul-muncul juga menambah rasa penasaran mereka. ‘’Alma, memang murid baru itu sehebat apa? Sampai-sampai satu kelas ribut karenanya…” Afanin melirik kearah Alma yang sibuk komat kamit tak jelas. Seketika Alma terkikik mendengar ucapan Afanin dan membuat Afanin heran. ‘’Yang aku tahu, murid baru itu adalah seorang pria tampan yang menjadi idola disekolahnya dulu…” “Tak salah aku bertanya denganmu Alma, ternyata kau memang bisa menebak apa saja ya?” Ucap Afanin mencoba menyinggung Alma, namun sebaliknya. Alma malah terlihat bangga dengan ucapan sok tau nya itu. Percakapan Afanin dan Alma terhenti ketika tiba-tiba saja Pak Anwar membawa masuk seorang siswa berseragam sama seperti mereka berdua. Pria itu tampan, wajah nya manis ditambah lesung pipi dipipi kirinya. Kelas hening sesaat, terpesona melihat pemandangan yang ada didepan kelas. Kemudian ribut kembali dengan suara-suara cempreng milik gadis-gadis yang mencoba mencari perhatian pada pria tampan didepan mereka. ‘’Nah, anak-anak. Ini lah siswa baru yang bapak katakan kemarin. Ia akan bergabung dikelas ini. bersahabatlah dengan nya.” Pak Anwar menepuk-nepuk pundak pria tampan itu. ‘’Haii, saya Burhan Rais Rabbani. Kalian bisa memanggil saya Rais. Terima kasih…” Pria itu tersenyum lembut mengakhiri perkenalannya. Gadis-gadis dikelas berteriak histeris membuat Rais kebingungan. ‘’mereka memang seperti itu, nanti juga pasti terbiasa…” Bisik pak Anwar pada Rais, Rais hanya mengangguk ragu. Tak yakin bahwa situasi ini akan segera normal kembali. ‘’Nah, Rais. Kamu boleh duduk disamping Afanin. dan Alma, Kamu bisa pindah duduk disamping Zazkyra…” ‘’loh pah? Kenapa bukan Rais aja yang duduk disamping saya?’’ Protes Zazkyra. “iya pak, saya juga gak mau pindah duduk sama si Zazkyra yang centill itu…” Alma melirik sinis kearah Zazkyra. Afanin menyenggol lengan Alma agar tidak membuat keributan dikelas. Sedangkan Zazkyra menahan amarah nya karena takut dikeluarkan dari kelas lagi oleh pak Anwar. Akhirnya keputusan pak Anwar sama sekali tidak bisa diganggu gugat. Rais duduk disamping Afanin. Dan Alma harus rela duduk berdampingan dengan Zazkyra, musuh besarnya. ‘’Rais…’’ Rais mengulurkan tangan kearah Afanin, Afanin membalas juluran tangan Rais. “Afanin Huriyah Huwaida, panggil Afanin saja…’’ Afanin berbicara lembut diiringi dengan senyuman diwajahnya. Rais terpaku menatap wajah Afanin. Inilah bidadari satu-satu nya yang ada di bumi. Pikir Rais. Jantung Rais berdebar kencang beradu dengan suara riuh didalam kelas, Afanin benar-benar telah membuatnya menahan nafas dan menyebut Asma Allah ketika melihat senyum makhluk cantik seperti dirinya. Tapi, Afanin terlihat tak peduli seakan tak menyadari pengaruh dirinya pada lelaki berwajah tampan nan manis dihadapannya. Tepat pada pukul 2 siang, Bel pertanda pulang sekolah telah berbunyi nyaring menggema disetiap sudut sekolah, membuat murid-murid berseru gembira. Menandakan mereka akan dapat mengisi ulang kinerja otak mereka yang mulai panas karena dipakai berpikir selama seharian. Sifat dasar anak sekolahan. Keluar kelas pun masih saling dorong. Payah sekali. Ledek Afanin dalam hati. Alma, masih sibuk menjejalkan buku pelajaran ke dalam ransel dengan cara tak beraturan. Sedangkan kelas sudah mulai sepi, hanya tinggal ia seorang. Afanin telah lebih awal keluar kelas. Setelah semua buku telah mengisi ransel milik Alma, tanpa ba-bi-bu Alma bergegas berjalan keluar kelas, dan mencari sosok Afanin. Terlihat Afanin tengah berdiri didepan gerbang sekolah sembari melirik arloji yang melekat ditangan kirinya. “ Hehh!! Tega sekali meninggalkanku dikelas sendirian!! Dasar kakak gak bertanggung jawab!!” sungut Alma pada Afanin, dan hanya dibalas cengiran tak jelas dari Afanin. “ Abi mana yah ma, biasanya kan selalu jemput sebelum kita pulang..” Ujar Afanin. “ Mana aku tahu..” Seketika Alma terkejut saat pundaknya ditepuk oleh seseorang, ia menolehkan kepalanya dan mendapati makhluk asing yang baru saja ia kenal beberapa jam yang lalu. Rais. Rais melemparkan senyum tak enak, tangannya menggenggam hp. Dengan ragu, Rais menempelkan hp tersebut ketelinganya. “ Ya paman, sepertinya aku sudah tau.” “ Ahya, baik paman. Ya, Assalamualaikum.” Alma melongo tak karuan karena melihat tingkah aneh Rais, Afanin tak kalah cengo. “ Mungkin dia sedikit terganggu..” bisik Afanin. “Tidak, lebih tepatnya ia gila !!” seru Alma kencang membuat Afanin harus membungkam mulutnya agar Rais tak salah tanggap. Dasar bodoh. Hardik Afanin pada adiknya tersebut. “Ah, maaf.. aku boleh bertanya? Yang namanya Alma yang mana yahh?..” Tanya Rais, tanpa melihat situasi yang kurang menguntungkan untuknya. Sejurus kemudian, Alma menggigit tangan Afanin. Afanin berteriak kesakitan karena ulah Alma. Sedangkan Alma, terlihat acuh. “ Ya! Aku Alma, ada apa yahh?” desak Alma sambil mengacak pinggang nya. Muslimah yang tomboy, begitu ia dijuluki. Ahh, Alma bukan tomboy, hanya sentiment terhadap semua lelaki, kecuali abi nya sendiri. Ckck. “ Tadi, paman Hamid menelfon ku, untuk mengantar mu pulang.. katanya, kamu punya kakak juga kan yang sekolah disini? Sekalian dehh.. biar aku antar” Ucap Rais tak beraturan, Alma mengerutkan keningnya. “Memangnya kamu siapa nya abi?” Afanin akhirnya angkat bicara, dengan wajah polosnya. “Panjang.. nanti saja ku jelaskan. Ohya, abi? Kamu juga anaknya paman Hamid? Kalau begitu sudah lengkap. Mari ku antar pulang.” Wajah Rais terlihat berseri-seri. Ia mengajak Afanin dan Alma untuk masuk kedalam mobilnya yang masih terparkir rapi di tempat parkir sekolah. Kakak-beradik tersebut membuntut tanpa banyak suara mengikuti langkah lebar milik Rais. Alma dengan cepat mendorong kakanya kedalam pintu mobil yang telah dibuka oleh Rais, dan segera membuka pintu belakang mobil dan masuk kedalamnya. Jadi ia tidak perlu duduk berdampingan dengan lelaki yang baru ia kenal. Mungkin takut di apa-apakan. Sepertinya. Disepanjang perjalan, mereka bertiga hanya terdiam. Sama-sama merasa canggung untuk memulai percakapan. Hanya suara serak dari Ruki The Gazette yang menyanyikan lagu Cassis terdengar samar mengalun di radio. Sesekali Rais mencuri-curi pandang kesamping kirinya. Ia sama sekali tak focus menyetir, karena gadis cantik disamping nya. Hatinya berdesir hebat. “ Cuacanya cerah yahh..” Kata Rais, mencoba memecah gelembung keheningan yang tercipta. “ Hmm.. lumayan” Dijawab singkat oleh Afanin. “ Basii..” celetuk Alma, menambah kecanggungan di hati Rais. Dasar songong. Rais tak mau berputus asa, ia tak mau jarak mereka bertiga lebih jauh lagi. Memberikan ruang yang luas diantaranya. Sekali lagi. Teguh Rais. “ Waktu kecil, aku pernah tinggal bersama abi dan umi mu..” Ujar Rais, mengawali kembali. Afanin tertarik untuk membalasnya. Tapi kalah cepat dengan Alma. “ Ohya, aku gak pernah tau kalo ada orang lain yang pernah tinggal serumah denganku..” ketus Alma. (Gue gak ngomong sama loe!!) kesal Rais dalam hati. Kepada gadis yang kurang di hajar tersebut. Alma. “Hmm.. mungkin karena kita dulu sama-sama masihh keciil..” Rais memaksakan senyum diwajahnya, senyum yang pahit. “Jadi, bagaimana kau bisa tau kalau dulu kau pernah tinggal bersama kami.. kau masih kecilkan?” Ledek Alma sengit. Afanin seketika menoleh kebelakang, memelototi Alma yang berbicara tak kenal etika. Dan berniat mengalihkan pembicaraan. Tapi Rais tak mau kalah, ia berniat membalas ucapan Alma dengan yang lebih pedas lagi. “ia.. tapi ingatan ku sangat kuat, aku dapat mengingat semuanya dengan jelas bahkan nanti sampai aku tua sekali pun, kalau kau sudah pasti tidak mengingatnya.. karena aku tau ingatanmu pasti terbatas sekali Alma.. kau bisa tanyakan pada Afanin apakah dia masih mengingat ku?!” Rais melirik kearah Afanin yang duduk disamping nya, Afanin terdiam kaku ia bingung harus membalas bagaimana. Tapi ia sempat berpikir, sepertinya apa yang dikatakan Rais pastilah benar, karena ada keseriusan didalam nada bicaranya. Afanin memutuskan menganggukkan kepala untuk meyakinkan ucapan Rais. Alma terdiam sesaat.dan melemparkan senyum sinis pada Rais. “ia hanya terpaksa mengangguk karena tak tau apa yang harus ia perbuat..” Ujar Alma pelan tapi menusuk pendengaran kedua insan yang ada didepannya. Seketika suasana hening. Rais sudah meluap-luap amarahnya, andai ia lupa bahwa Alma adalah perempuan, mungkin ia sudah mendaratkan pukulan telak diwajah mulusnya itu karena terlalu kesal dibuatnya. Dengus nafas Rais tak bisa ia sembunyikan, ia benar-benar marah. Sekilas ia melirik Afanin disamping nya. Hatinya langsung sejuk setelahnya. Untung saja ada bidadari disampingnya, pikir Rais. Namun sepertinya Afanin terlihat takut, ia tertunduk diam membisu. Rais menarik nafasnya dalam-dalam. “sudah sampai…” Alma secepat mungkin menyambar gagang pintu dan segera keluar dari dalam mobil, sedangkan Afanin dengan anggun membuka pintunya secara pelan dan hati-hati lain dengan Alma yang gegabah. Rais sama sekali tak berniat membukakan pintu untuk Afanin, ia tak mau dibilang terlalu lebay, dan memperlakukan nya seperti seorang putri dengan babunya. Payah sekali. Didalam Rumah mereka sudah di sambut oleh Umi dan Abi yang tersnyum manis. Sayangnya, senyuman tulus tersebut hanya ditanggapi dengan senyum kecut Alma dan Rais.. Afanin mengucap salam sembari mencium punggung tangan orang tuanya satu persatu, diikuti Alma dan Rais dibelakangnya. ‘’Ada apa ini? Kok pada cemberut?’’ Selidik umi penasaran. Alma mendelik kesal pada Rais, dan berlalu masuk kedalam kamarnya. Abi tercengang melihat tingkah Alma yang tak sopan terhadap Rais. Afanin, Rais, beserta Umi dan Abi berkumpul diruang tamu bercengkrama sembari megobrol ringan tentang segala hal. Alma tak terlihat disana, sejak pulang sekolah tadi ia memutuskan untuk tetap diam dikamar menghabiskan waktu dengan novel-novel miliknya. Ia malas bertemu Rais, ada perasaan ‘tak suka’ karena adanya Rais dirumahnya.
 
Author : Ana Helmina

Minggu, 01 Mei 2016

Cinta Ababil (ABG Labil)



Cinta Terpendam

Ketika aku lulus SD, aku lulus dengan nilai yang "cukup" (cukup mengecewakan). Saat itu aku baru sadar kalo nilai hasil usaha nyontek memang gak berkah, tapi udah bisa bikin aku lulus aja itu sudah membuat orang tuaku cukup senang, walaupun mereka tidak tahu asal muasal nilai itu. Dibandingkan dengan temanku yang tidak lulus sama sekali, ya mendingan akulah...............
'alhamdulilah koe iso lulus nak, kata ibu dengan logat jawa medok. 
'iya Bu', jawabku. Sambil memegang raporku ibu melihat nilai rata-rata yang terpampang jelas di kertas itu, Ckckckckckck... sambil mengelengkan kepalanya. Raut wajahnya pun sedikit berubah dari ekspresi senang menjadi iba, udah kayak liat pengemis yang kelaparan di pinggir jalan. Perlahan Ibu menoleh ke arahku dengan tatapan yang penuh rasa iba lalu ia meludahiku.
'Makanya kalo ujian jangan kebanyakan main, nanti nilainya kecil susah cari SMP', kata ibu dengan nada kesal. 'Ada yang gak lulus di sekolahmu? Tanya Ibu'.
'Iya Bu 1 orang', jawabku. 
"Siapa? Tanya dia lagi,
 'Dodi Bu, dia tadi gak lulus terus nangis gitu',tapi ada ujian paket kok, jawabku.
'Ya udah, syukur kalo gitu kamu masih lulus, rencananya kamu mau daftar ke mana? tanya dia. 'Belom tau, ntar aja mikirinya, aku mau main dulu', jawabku sambil lari keluar rumah. 
Selang beberapa hari ijazah pun sampai ke tanganku, lalu Bapak mengajakku untuk mendaftar ke SMP. SMP yang pertama kali aku datangi adalah SMP 5 yang jaraknya paling dekat dari rumah. Biar gak ngabisin ongkos kata ortu (orang tua), yah antara hemat sama pelit beda tipis. Setelah sampai di sekolah tersebut kami disambut dengan sekerumunan anak-anak seusiaku bersama orang tuanya sedang mendaftar di sekolah itu. saat itu sedang ramai-ramainya seperti acara hajatan. Lalu Bapak tanpa basa basi bapak menyingsinkan lengannya dan lari menerobos sekerumunan orang tersebut seperti pemain american football dan menghilang di tengah keramaian. Sementara aku hanya diam sambil melihat-lihat cewek-cewek abg yang berkeliaran di sana, `lumayan cuci mata,kali aja ada cewek khilaf mau sama aku,'pikirku saat itu. 
Selang beberapa menit cuci mata, ada suara mengagetkanku dari belakang. Setelah dilihat ternyata ada teman se-SD yang juga ikut mendaftar di sekolah tersebut. Dan akhirnya kami ngobrol lalu berjalan-jalan sebentar berkeliling lingkungan sekolah tersebut, sementara menunggu orang tua kami yang sedang mendaftarkan kami. Satu per satu kelas kami masuki dan kami lihat kedalam, saat itu kami udah kayak tim survey yang mau melakukan bedah rumah, terlihat bangku dan meja yang berserakan tak tersusun bahkan patah. 'Ini ruang belajar apa gudang ya?' tanyaku.
Lalu kami melanjutkan ke kelas berikutnya dan keadaannya pun sama bahkan lebih parah, pelavon yang berlobang, lantainya pecah-pecah,guru terkapar dipojokan penuh dengan luka tusuk, papan tulis penuh coretan "JOKO CINTA ADIT 4EVER", waduh gak beres nih kelas, jangan-jangan isinya anak-anak 'MAHO' semua, kata temanku.
`ya bisa jadi, jawabku.
Tak lama kemudian kami keluar dari kelas dan kembali ke dekat kerumunan tadi untuk lanjut cuci mata. Beberapa menit kemudian keluarlah orang tuaku dari kerumunan orang-orang tadi dengan wajah yang babak belur,penuh keringat maksudku dan rambutnya pun terlihat seperti son goku (dragonball) bedanya rambut bapak acaknya gak jelas, lalu ia menghampiriku, `kamu kayaknya gak bisa masuk sekolah ini nak', kata bapak.
`syukur deh, jawabku dalam hati', 
`memangnya kenapa pak?', tanyaku.
`NIM kamu gak cukup buat masuk ke sini', jawab bapak. spontan aku langsung menjawab,`ya udah kita cari sekolah lain aja pak', kataku sambil berjalan menuju parkiran. Dan akhirnya kami berkeliling kota Bengkulu cari sekolahan yang mau nerima aku. Udah serasa kayak hewan peliharaan yang dibuang dan lagi cari majikan. 
setelah berkeliling naik turun bukit, menyebrangi lautan, menjelajah hutan belantara selama beberapa hari aku belum menemukan sekolah yang mau menerimaku dan aku hampir putus asa.
Tapi pada akhirnya ada seorang teman menyarankan agar aku mendaftar di SMP 19 yang memang pada saat itu tidak terlalu jauh dari rumah dan karena udah kepepet sama waktu akhir pendaftaran disemua sekolah.
“Bro, udah dapat sekolah blom? Tanya seorang teman.
“blom bro, kenapa bro?”Tanyaku
“Masuk ke sekolahku aja, dari pada kamu gak sekolah? Jawabnya
“Emng apa bagusnya sekolahmu? Tanyaku lagi
“disekolahku enak bro, belajarnya asik, gurunya ramah, tiap hari dapat les gratis,ruangan AC, belajar pake komputer,dapet gaji bulanan, ada tunjangan hari tua, dapat asuransi BPJS Dll. Jawab dia
“waduh udah kaya pegawai negeri aja bro?jawabku
Mau gak mau akhirnya aku memutuskan untuk mencoba mendaftar di sekolah itu. Pertama kali aku datang dan melihat langsung sekolah itu, udah jauh, angkot gak nganter sampe sekolah, naik ojek ugal ugalan pula, pikirku,  pandanganku yang sebelumnya negatif terhadap sekolah itu langsung berubah. Karena melihat pekarangannya yang bersih, rapi, luas, aku pikir tidak apalah jauh kalo sekolahnya bagus. Aku dan Bapak langsung bergegas masuk untuk segera mendaftar karena saat itu adalah hari terakhir pendaftaran. Lalu kami langsung menghadap panitia pendaftaran dan langsung mengisi formulir pendaftaran. Seperti biasa, hal yang aku lakukan ketika orang tuaku sedang sibuk mendaftarkan, aku keliling melihat-lihat seisi sekolah yang ternyata jauh dari yang diceritakan temanku. Yang terlihat saat itu adalah hamparan rumput yang hijau seperti lapangan sepak bola dan ruangan kelas yang berjajar rapi di sebelah kanan dan kiriku. Tetapi ada sesuatu yang tiba-tiba mencuri perhatianku saat itu, aku melihat sesosok makhluk cantik, dengan kulit yang putih mulus, rambut panjang terurai dibelakang, tahi lalat di pipi, berdiri dipojokan, `kunti nyasar dari mana ini?`:D
Eh maksudnya..bidadari nyasar dari mana nih? Kok gak ada sayapnya??
Aku liatin terus, ternyata dia juga membalas,dia menatapku dalam-dalam dan aku tertidur ketika aku sadar aku sudah terhipnotis dan aku masuk acara uya kuya. :P
Pas periksa kantong, ya..ampuunn.. dompetku udah hilang, dasar cewek sialan!!, teriakku. Lalu orang tuaku bertanya, Kamu ngapain pan teriak-teriak??
`Dompetku diambil cewek itu, dia hipnotis aku, Lah bapak ngapain ke sekolah?`tanyaku.
`Lah ini Bapak nganter dompetmu`, jawab bapak.
`Makanya jangan jelalatan terus, masih bocah juga udah jelalatan gimana gedenya. `Kan bapak yang ngajarin?tanyaku.
`Ssstttt....jangan bilang bapak disini, panggil kakak aja kalo lagi diluar....`
`iya kakak,jawabku.
`Nah, gitu donk, ya udah sekolah yang bener sana, perintahnya.
`Ya ampun mudah-mudahan dia gak denger tadi aku teriak dan nanti bisa sekelas sama dia`ngarep,saat itu juga seribu pertanyaan terlintas di pikiranku tentang wanita itu. Kalo dipikir-pikir aku seusia itu udah mikir cewek, anak macam apa aku ini, dewasa sejak dini. Akhirnya kami selesai mendaftar dan bergegas pulang. `tinggal nunggu hasilnya lagi`, ujarku.
Beberapa hari kemudian hasil pendaftaran pun di umumkan, dan aku pun lulus seleksi. Lalu pada hari berikutnya masa orientasipun dimulai, masa orientasi pada saat itu dilaksanakan selama 1 minggu. Dan siswapun dibagi menjadi beberapa kelompok kelas. Pada saat itu aku tidak tahu apa itu masa orientasi, bel sekolah pun berbunyi, aku dan beberapa teman lainnya masuk ke kelas. Namun tak disangka kami di MOS oleh senior yang cantik-cantik seperti personil girlband. Hmmmm.... `Gak salah aku masuk disini...`pikirku. Layaknya masa orientasi siswa, kami di kerjain sama kakak senior disuruh ini-itu nurut aja, namanya juga anak baru. `Untung cantik, kalo ganteng dah gue pacarin loe’, Kata temen (MAHO).
Dari MOS tersebut aku dapat teman dari berbagai spesies, mulai dari tumbuhan, hewan hingga makhluk tak kasat mata :v
Karena mereka kebanyakan dari desa, namanya pun aneh-aneh. Ada satu anak yang duduk disebelahku, namanya `Andri’ tetapi biasa di panggil `Arlong’ oleh teman-teman sekelas. Arlong adalah salah satu karakter di anime ‘One piece’ yang sedang buming saat itu, arlong adalah manusia ikan yang memiliki hidung panjang dan tajam yang merupakan salah satu musuh dari Luffy. Namun karakter Arlong di kelas kami sedikit berbeda, ia memiliki gigi yang panjang yang dapat mematikan lawannya hanya dengan sekali gigit. Giginya mengandung racun yang sangat mematikan, dan gigi itu juga dapat berevolusi menjadi wujud yang sangat menakutkan.
Hahahahaha......yang di atas gak beneran kok....
Dan setelah sekolah beberapa tahun sekolah disitu akhirnya aku bisa sekelas sama cewek yang pernah kutemui  saat pertama kali mendaftar itu. Disitu kami mulai saling liat-liatan lagi dan aku terhipnotis untuk kedua kalinya dan dompetku hilang lagi dan orang tuaku datang kesitu mengantarkan dompetku yang ketinggalan dengan dialog yang sama. Namun karena aku tidak berani menyatakan perasaan, akhirnya dia saat itu ditembak oleh kakak tingkat dan aku hanya gigit jari melihat itu semua berdiri dipojokan menjadi saksi bisu kejadian itu. Tapi apa daya aku tidak memiliki keberanian untuk itu, jadi aku pendam aja sampai lulus SMP, ngeness....
tapi dari situ aku belajar, `Terlalu bersabar itu tidak baik”.....
Sabar ama goblok beda tipis.. :D
To be continue....

Minggu, 24 April 2016

Cinta Ababil (ABG Labil)

Penuaan Dini

Namaku Rahmad Sopan Priyambodo, yah walaupun namaku ada bodo-nya, bukan berarti aku bodoh ya. Nama itu diberikan oleh Bapakku yang keturunan Jawa, dan nama itu memiliki arti tersendiri bagi orang tuaku dan hanya mereka yang tahu. Di lingkungan rumah aku biasa di panggil "Sopan", disekolah ada yang manggil rahmad, ataupun mamek. Sebenarnya gak terima sih, nama di buat bagus-bagus malah di bikin jelek dan gak ada artinya gitu, yah maklum aja sih, karena aku juga gak mau terlalu ambil pusing soal itu. Tapi saat kulyah ada yang manggil "Chopan" kedengarannya asing tapi aku suka dan akhirnya di semua akun sosmedku, aku cantumkan nama itu dengan menambahkan "Edogawa" dibelakangnya ya karena aku ngefans banget sama anime Detective Conan.
 
Saat masih TK, aku adalah anak yang hyperaktif, gak takut sama hal apapun. Walaupun badanku dulu kecil, pendek, itu hanya karena efek obat yang diberikan oleh sekelompok orang berjubah hitam yang tidak aku kenal, sehingga membuat tubuhku mengecil, wahaha... udah kayak cerita Detective Conan aja... :v, gak kok yang tadi gak beneran. Tapi walaupun aku kecil dan pendek, teman-teman dan guruku sangat perhatian sama aku. Terlebih wali kelasku, namanya ibu Yuna, guru yang sangat manis menurutku saat itu, selain manis dia juga perhatian care sama semua murid. Perawakannya yang tinggi, putih, langsing, mengenakan hijab menjadi nilai plus tersendiri buat aku. Pernah suatu ketika dikelas aku sedang belajar sama teman-teman yang lain, ada ibu Yuna juga yang sedang mengisi absen kami waktu itu. Tiba-tiba di tengah pelajaran aku kebelet pengen buang air kecil dan gak tahan lagi karena udah di tahan cukup lama, yah selayaknya kelakuan anak TK, tanpa permisi terlebih dahulu aku langsung lari ke Toilet untuk pipis. Yang anehnya di TK kami saat itu, toilet siswa pintunya terbuat dari terali besi seperti pintu penjara dan selalu di kunci pake gembok, sehingga siswa yang kebelet pengen buang air kecil/besar harus lapor terlebih dahulu sama guru agar dibukakan pintunya. Karena saat itu aku udah gak tahan aku jadi gak kepikiran lagi buat izin ke Bu Yuna. Sesampainya di toilet aku pun bingung karena toilet itu terkunci,` Aduh dikunciin pula, Pikirku.
Akhirnya mau gak mau aku lari lagi balik lagi ke kelas. Karena malu mau ngomong sama Bu Yuna, sesampainya di kelas Bu Yuna langsung bertanya,`Sopan, Kamu dari mana kok lari-lari?? Tanya dia, Terus tanpa pikir panjang aku jawab sekenanya aja 'Ga apa-apa kok Bu, Jawabku.
Bu Yuna pun tidak bertanya lebih jauh soal itu, terpaksalah aku tahan lagi sampai jam pelajaran selesai, baru aku ngomong sama bu guru pikirku saat itu. Dengan wajah yang pucat hampir membiru karena menahan pengen buang air kecil, akhirnya bel istirahat pun berkumandang. 
"Alhamdullilah ya Allah kau kabulkan doa hamba selama ini", walaupun masih TK aku udah lebay, maklum bawaan sejak lahir. Ada virus lebay menyatu di kromosomku saat aku di dalam kandungan. Namun sialnya karena Bu Yuna terlihat buru-buru ke ruang guru, aku pun tidak sempat menemuinya. Karena bingung harus gimana, aku hanya kulu-kilir di depan toilet sambil pegang pusakaku di dalam celana sambil mikir,`mungkin kalo gak usah di rasa-rasain ntar kebeletnya hilang sendiri kali ya?`Gumamku. Dan akhirnya aku coba cara itu dan aku langsung lari ke arah perosotan yang tinggi dan naik ke atasnya untuk bergabung dengan teman-teman lainnya. Karena antri dengan teman-teman yang lain untuk meluncur, akhirnya aku hanya berdiri di atas perosotan sambil melihat di sekeliling lapangan permainan dengan pipis yang masih tertahan. Ketika sedang memandangi sekeliling, cuaca yang saat itu sedang dingin karena malamnya habis diguyur hujan, segerombolan angin dingin pun perlahan menusuk dan masuk melalui pori-pori kulitku yang halus dan lembut. Hawa dingin tersebut membuat pipis yang tadinya tersegel dengan kuatnya menjadi lemah, dan membuat seisi pusaka ingin keluar. Dengan wajah yang cemas seperti sedang didatangi depkolektor, tanpa rasa takut ataupun malu sekitika hilang dan aku langsung sigap mengarahkan pusaka kebawa perosotan yang saat itu kebetulan sepi dan..."wuussssssssss......"
`Leganya... . sambil senyum-senyum kecil dengan wajah tanpa dosa`.Teman-teman seisi sekolah pun melihat ke arahku, tak beberapa lama kemudian seorang anak bernama Agung mendekatiku, `Pan, kau dipanggil Bu Yuna, Ujarnya.
Kata-kata itu sontak membuatku panik, keringat dingin bercucuran, pusing, sakit perut, sariawan, bibir pecah-pecah, panas dalam.
Dengan rasa sedikit takut aku menghadap ke Bu Yuna,`Iy Bu ada apa? tanyaku.
`kamu ngapain di atas perosotan tadi?,tanya dia.
`gak ngapa-ngapain bu, cuma pipis aja, jawabku. Bu Yuna geleng-geleng kaya orang habis dugem dan berkata,`lain kali kalo mau pipis di Toilet ya?`katanya. Aku hanya mengangguk, dan bel masuk kelas pun berbunyi. Huft..... selamat,Pikirku.    
Setiap pulang sekolah aku selalu di jemput oleh Bapak pake motor CB100, motor jadul milik bapak pribadi yang selalu dipake buat antar jemput aku. Walaupun motor tua tapi tenagannya gak bisa dianggap remeh, tanjakan setinggi apapun kalo naik motor bapak yang tadinya tanjakan gak tinggi-tinggi amat jadi serasa kaya 90 derajat. Maklumlah motor tua, waktu itu bapak memang baru di angkat jadi pegawai negeri. Sepulang sekolah kegiatanku hanya bermain, makan, dan tidur. Waktu itu aku tidak memiliki banyak teman, hanya ada beberapa saja yang akrab dan itupun mereka jarang bermain bersamaku. Kehidupanku terus berlanjut seperti itu hingga aku masuk SD. 
Saat aku lulus TK aku langsung di daftarkan oleh orang tuaku ke SD dekat rumah, mungkin karena orang tuaku takut aku jadi pengangguran makanya aku langsung di daftarkan ke SD saat itu. Karena tubuhku yang kecil, aku diragukan untuk masuk ke SD tersebut. Mungkin guru-guru disana takut kalo aku belum cukup umur untuk masuk SD dan depresi karenaya. Namun karena orang tuaku berhasil meyakinkan kepala sekolah maka aku langsung masuk dan aku di masukan ke kelas A. Awal masuk sekolah aku langsung mendapatkan banyak teman-teman baru, dan ada juga beberapa teman cewek yang akrab denganku. Dan saat itulah pertama kalinya aku mulai merasakan apa yang dirasakan remaja terhadap lawan jenisnya. Padahal saat itu aku baru menginjak usia 7 tahun, hal yang belum sewajarnya untuk anak seusiaku. `Apakah ini yang disebut Penuaan Dini?`,Pikirku saat itu.
Merasakan hal itu terlalu dini tidak menjadi masalah bagiku, karena hal itu masih wajar menurutku. Sewaktu SD aku pernah suka dengan anak perempuan dikelasku, namanya Reny, anaknya putih, berambut panjang, tingginya lebih dari aku dan aku pikir semua anak laki-laki dikelasku waktu itu juga suka dengannya. Namun tidak lama kemudian ia pindah sekolah ke Bandung dan pupus sudah harapan. Masa-masa SD ku normal sebagaimana anak-anak seusiaku, namun makin dewasa aku jadi makin penakut dan terkadang aku di bully oleh anak-anak nakal di kelasku, saat itu juga aku jadi anak yang cengeng. Dan sifat itupun juga berlanjut hingga aku SMP.